Sabtu, 14 Juni 2014

[5] Tugas TI posting

Fisioterapi HIP

Sendi Hip merupakan sendi yang paling besar dan sangat stabil dari keseluruhan sendi pada tubuh. Jika ada gangguan pada sendi Hip umumnya dapat tergambar saat penderita berjalan. Nyeri pada Hip dapat dijalarkan ke SIJ dan atau Lumbal.
Hip termasuk multi axial/sendi peluru, mampu bergerak ke segala arah dan sangat stabil karena sebagian dari collum femoris tertanam baik dalam acetabulum kemudian dibungkus dengan labrum serta kapsul yang besar. Acetabulum merupakan kesatuan dari tulang-tulang ilium, Ischium dan pubis. Selanjutnya Hip diliputi oleh kelompok otot-otot yang kuat dan besar:
- Belakang:  kelompok otot Glutei dan Hamstring
- Depan : Quadriceps dan Iliopsoas
- Lateral : Tractus Iliotibial dan Tensor Fasia Latae
Namun demikian ada 3 posisi yang penting diketahui hubungannya dengan pemeriksaan dan terapi:
- MLPP : fleksi – abduksi sekitar 30˚ dan sedikit eksorotasi
- CLPP : Maksimal ekstensi, medial rotasi dan abduksi.


[4] Tugas TI posting

Fisioterapi Osteoartritis (OA)

Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit degeneratif pada kartilago sendi yang banyak ditemukan. OA lutut lebih sering menyebabkan disabilitas dibandingkan OA pada sendi lain. Penderita OA  mengeluh nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga sangat mengganggu mobilitas penderita.


Prevalensi OA pada sendi meningkat secara progresif dengan meningkatnya usia yang merupakan faktor resiko yang kuat untuk terjadinya OA. Wanita 2 kali lebih banyak menderita OA dibandingkan pria, dimana wanita kulit hitam dengan OA lebih banyak 2 kali dibandingkan wanita kulit putih


Pada usia lebih dari 65 tahun, baik secara klinik maupun radiologi didapatkan peningkatan jumlah kasus OA lutut. Menurut The Framingham Osteoarthritis Study  gambaran radiologik OA lutut yang berat (grade III dan IV menurut kriteria Kellgreen-Lawrence) makin meningkat dengan bertambahnya umur, yaitu 11,5% pada usia kurang dari 70 tahun, 17,8% pada umur 70-79 tahun dan 19,4% pada usia lebih dari 80 tahun. Wanita yang mempunyai gambaran radiologik osteoarthritis berat adalah 10,6% pada umur kurang dari 70 tahun, 17,6% pada umur 70-79 tahun dan 21,1% pada umur lebih dari 80 tahun; sedangkan pada laki-laki 12,8% pada umur kurang dari 70 tahun, 18,2% pada umur 70­-79 tahun dan 17,9% pada umur lebih dari 80 tahun. Prevalensi radiologik OA akan meningkat sesuai dengan umur. Pada umur di bawah 45 tahun jarang didapatkan gambaran radiologik yang berat. Pada usia tua gambaran radiologik OA lutut yang berat mencapai 20%.


Dari aspek rehabilitasi medik, penyakit sendi degeneratif, dapat menimbulkan kecacatan fisik dalam beberapa tingkat, yaitu, tingkat impairmen (kerusakan sendi, terutama yang menyebabkan keluhan nyeri), tingkat disabilitas (adanya kecacatan fisik, sehingga terganggunya activity of daily living), dan handikap (tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan, akibat hambatan psikologis, sosial, dan vokasional oleh karena kecacatan fisik yang dideritanya).


            Sebagian besar manajemen OA bertujuan untuk mengurangi nyeri secara farmakologis. Pemberian latihan juga sudah umum diberikan pada pasien OA, tetapi masih banyak difokuskan hanya pada impairmen lokal di sekitar sendi yang terkena seperti kelemahan otot, keterbatasan luas gerak sendi, dan nyeri. Padahal manajemen yang efektif  seharusnya juga memperhatikan keterbatasan fungsional dan disabilitas sekunder yang timbul karena impairmen lokal pada OA. Oleh karena itu pada tinjauan kepustakaan ini akan dibahas latihan secara holistik untuk pasien OA lutut.

[3] Tugas TI posting

CEREBRAL PALSY

Cerebral Palsy adalah kondisi neurologis yang terjadi permanen tapi tidak mempengaruhi kerusakan perkembangan saraf karena itu bersifat non progresif pada lesi satu atau banyak lokasi pada otak yang immatur (Campbell SK et al, 2001).
Cerebral Palsy adalah gangguan postur dan kontrol gerakan yang bersifat non progressif yang disebabkan oleh kerusakan atau kelumpuhan sistem saraf pusat (Nelson & Ellenberg, 1982). 
Cerebral Palsy adalah suatu kelainan gerakan dan postur yang tidak progresif oleh karena suatu kerusakan atau gangguan pada sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya. (Bax, dikutip oleh Soetjiningsih, 1998). 
Cerebral Palsy adalah gangguan pada otak yang bersifat non progresif.gangguan ini dapat disebabkan oleh adanya lesi atau gangguan perkembangan pada otak ( Shepered,1995 ). 
Cerebral Palsy adalah akibat dari lesi atau gangguan perkembangan otak bersifat non progresif dan terjadi akibat bayi lahir terlalu dini ( prematur). Defisit motorik dapat ditemukan pada pola abnormal dari postur dan gerakan ( Bobath, 1996). 
Berdasarkan Penjelasan di atas Cerebral Palsy Spastic Quadriplegia adalah gangguan postur dan kontrol gerakan yang bersifat non progresif yang disebabkan oleh karena lesi atau perkembangan abnormal pada otak yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya yang ditandai dengan meningkatnya reflek tendon, stertch reflek yang berlebihan, hiperkontraktilitas otot pada keempat ekstremitas dan klonus yang terjadi pada anggota gerak bawah.
KLASIFIKASI
Picture1

[2] Tugas Fisioterapi posting

FISIOTERAPI GERIATRI
Di Indonesia status usia lanjut masih tetap dihormati dalam keluarga dan masyarakat, hal ini berdasarakan pada pengalih ilmu pengetahuan, adat istiadat, nilai-nilai dan rohaniah. Kemajuan ekonomi dan perbaikan lingkungan hidup serta kemajuan IPTEK sangat berpengaruh pada peningkatan umur harapan hidup (life espectancy) yaitu dengan jumlah usia lanjut yang meningkat pula.
Undang – undang No. 23 tentang Kesehatan Pasal 19 yaitu Pembangunan kesehatan usia lanjut dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan baik dari aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabillitatif dan juga terhadap penyakit yang bersifat menahun, sering kambuh dan progresif.
Lansia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial (UU Kesehatan No. 23 Thn 1992, pasal : 19). Kesejahteraan bagi orang-orang usia lanjut dapat dicapai bila para usia lanjut bisa menjalani hidupnya tanpa harus bekerja, tapi dilain pihak ia mampu memenuhi seluruh kebutuhan hidup minimumnya. Kebutuhan ini bukan saja yang bersifat fisik, seperti pangan, kesehatan, dan lain-lain. Akan tetapi juga non fisik, misalnya mengikuti lebih banyak kegiatan sosial dan agama, rekreasi, kumpul-kumpul dengan anak-anak dan cucu dalam situasi yang menyenangkan, rekreasi mencoba mengembangkan hobi dan bakat terpendam dan sebagainya.
Fisioterapi sebagai salah satu bidang kesehatan, yang bertanggung jawab terhadap kapasitas fisik dan kemampuan fungsional individu tentunya memandang hal ini sebagai suatu yang perlu segera ditangani. Berbagai macam problematik kesehatan yang dialami para lansia yang cenderung merupakan problematik penyakit degeneratif merupakan orientasi pokok yang utama. Selain itu aspek sosial dari lansia itu juga tidak boleh diabaikan.
II. PROBLEMATIK PADA LANSIA
Problematik utama para lansia yang berhubungan dengan penyakit adalah termasuk pada golongan penyakit degeneratif. Namun pada dasarnya para lansia memiliki problem yang Multipatologi karena sangat jarang para lansia yang memiliki satu diagnosa, melainkan berbagai problem biasanya secara bersama mengharuskan untuk segera dilakukan intervensi Fisioterapi. Beberapa problematik lansia adalah :
a. Gangguan saluran pencernaan
i. Diare dan muntah
ii. Hiatikus hernia
iii. Divertikulitis
iv. Gangguan absorbsi
v. Karsinoma-esofagus, lambung, usus, rektum
vi. Konstipasi
vii. Inkontinensia feses karena :
1. Konstipasi
2. Neurogen
3. Penyalahgunaan obat pencahar
4. Simptomatis
a. Efek samping obat
b. Diabetes
c. Penyakit divertikel
d. Karsinoma
e. Prolaps rektum
f. Kurangnya mobilitas

b. Anemia
i. Defisiensi zat besi
ii. Megaloblastik
iii. Karena penyakit kronik
1. Gagal ginjal
2. Reumathoid
3. Penyakit usus
4. Ulkus yang mengalami infeksi dan luka-luka karena tekanan
5. Tuberculosa

[1] Tugas TI posting

Sendi lutut terdiri dan hubungan antara (I) os femur dan os tibia (tibiofemoralert joint) , (2) os femur dan os patella (patello lemoralis joint) dan (3) os tibia dan os fibula tibiofibu1aris proximalis joint).
  1. Art. Tibiofemoralis
Dibentuk oleh condylus femoralis lateralis dan medialis (convexicembung) dan tibia plateu (concaf/cekung).
Permukaan sendi dan condylus medialis lebih lebar dibanding condylus lateralis (LM>LL) kira-kira 1-2 cm, sehingga jika terjadi gerakan flexi atau extensi pada pemukaan sendi bagian lateral (LL) sudah terbatas dibanding bagian medial (LM). :Konsekwensinya, penekanan pada bagian medial (LM) relatif lebih kecil dibanding pada bagian lateral (LL). Bentuk kroming kedua condylus pada bagian anterior lebih kecil dibanding pada bagian posterior.
Selain itu juga tibia plateu mempunyai bentuk permukaan yang berbeda, yang mana bagian medial pcrmukaan anterior posterior dalam arah medio lateral concaf. Namun bagian lateral permukaan anterior-posterior sedikit convex dan arah medio lateral relatif datar.
Konsekwensi dan keadaan tadi maka fase-fase terjadi gerak rolling dan sliding yang mengikuti arah dan permukaan sendi.
Pada flexi knee, dan flexi ke full extensi, terjadi gerakan sliding pada condylus femur pada bidang sagital ke arah posterior terhadap tibia plateu, yang mana pada fase akhir dan gerakan tersebut terjadi gerakan rotasi femur terhadap os tibia.
Diantara os tibia dan femur terdapat Sepasang meniscus (meniscus medialis dan meniscus lateralis). Dengan adanya meniscus ini menambah luas permukaan sendi pada tibia plateu, sehingga memungkinkan gerakan send lutut lebih bebas.
Pada prinsipnya gerak meniscus mengikuti gerak dari condylus femoralis, sehingga waktu flexi maka bagian posterior dan kedua meniscus terdesak/tertekan yang memberikan regangan ke arah posterior sepanjarig 6 mm untuk meniscus medialis dan sepanjang 12 mm untuk meniscus lateralis.
Pada gerakan rotasi juga terjadi hal yang sama, yaitu pada gerak exorotasi os tibia terhadap os femur maka meniscus medialis terdesak ke arah posterior, sedang meniscus lateralis terdesak ke arah anterior dan sebaliknya untuk gerakan internal rotasi os tibia terhadap os femur. Sehingga pada penggunaan tes cidera pada meniscus, maka apabila gerakan exorotasi timbul nyeni ada kemungkinan indikator cidera untuk meniscus medialis, dan berlaku sebaliknya.
Selain itu juga apabila gerak flexi timbul rasa nyeni ada kemungkinan indikator cedera pada meniscus (medialis, lateralis) bagian posterior.
B. Art. Patellofemoralis
Facet sendi ini terdiri dan tiga perrnukaan pada bagian lateral pada satu permukaan pada bagian medial. M. vastus lateralis menarik patella ke arah proximal sedangkan m. vastus medialis menarik patella ke medial, sehingga posisi patella stabil.
Pada posisi akhir antara 30°- 400 dari extensi, patella tertarik oleh mekanisme gaya kerja otot extensor, sehingga kedudukannya sangat kuat. Pada posisi ini apabila patella kita dorong ke distal kemudian diberikan kontraksi quadriceps femonris, maka permukaan patella menggores epicondylus femoralis. Jika terjadi pada chondromalacia, maka akan terasa nyeri sekali.
C. Art. Tibiofibularis
Hubungan tulang tibia dan fibula merupakan syndesmosis yang ikut memperkuat beban yang diterima sendi lutut sebesar l/l6 dari berat badan.
D. Ligamentum
Ligamentum merupakan bagian dari stabilitas pasif sendi, yang mana stabilitas sendi lutut sangat dipengaruhi oleh kekuatan dan ligamentum collateral, lig. cruciatum, capsul sendi, meniscus dan tendon.
Sedangkan stabilitas aktifnya berupa otot-otot disekitar sendi lutut antara lain : m. quadriceps femoris, m. biceps femoris, m. gastrocnemius, m. popliteus, m. gracilis, m. sartorius, m. semimembranosus dan m. semitendinosus.
Ligamentum collateral berfungsi untuk menahan beban baik dari medial ataupun lateral. Sedangkan arah ligamentum collateral lateral dan medial akan memberikan gaya yang bersilang, sehingga akan memperkuat stabilitas sendi lutut terutama pada posisi extensi.
Ligarnentum cruciatum terdiri dan dua jenis, vaitu ligamentum cruciatum anterior berfungsi untuk menahan gerak translasi os tibia terhadap os femur ke arah anterior dan ligamentum cruciatum posterior berfungsi untuk menahan gerak translasi os tibia terhadap os femur ke arah posterior.
Pada posisi endorotasi kedua ligamentum ini saling bersilangan.
E. Otot-otot
Otot disekitar sendi tutut mempunyai fungsi sebagai stabilitas aktif sekaligus sebagai penggerak dalam aktiftas sendi lutut, otot tersebut antara lain mm. quadriceps femoris (vastus medialis, vastus lateralis, vatus intermedius dan rectus fernoris).
Keempat otot tersebut bergabung sebagai group extensor sedangkan group flexor terdiri dan : m. gracilis, sartorius dan semi tendinosus.
Otot semi membranosus pada akhir perlekatannya bercabang menjadi tiga bagian yang mana semuanya melekat pada capsul sendi dan meniscus medialis.
Untuk gerak rotasi pada sendi lutut dipelihara oleh otot-otot group flexor baik medial group maupun lateral group. Medial group tediri dan m. semi tendinosus, semi zembranosus, sartorius, gracilis dan popliteus. Kelompok ini berfungsi sebagai penggerak endorotasi knee, sedangkan lateral group atau exorotasi group adalah : m. biceps femoris dan tensor fascialata.